Benarkah relief candi Borobudur
melambangkan adanya alam semesta? candi karya nenek moyang sekitar abad
VIII ini dibangun diatas bukit dan dikelilingi oleh pegunungan Manoreh
yang terkenal dengan keangkerannya.
Secara administratif candi Borobudur terletak di desa Borobudur kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Secara administratif candi Borobudur terletak di desa Borobudur kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Penamaan Borobudur sendiri sampai
sekarang masih menyisakan tanda tanya, menurut masyarakat setempat pada
jaman dahulu di sekitar candi banyak tumbuh pohon budur yang diartikan
sebagai pohon budhi atau pohon kehidupan. Maka itu Borobudur sendiri
kemungkinan diambil dari nama pohon tersebut. Konon ada salah satu pohon
yang tidak bisa ditebang, ketika kawasan candi akan dipugar dan
dijadikan objek wisata.
Relief candi Borobudur sendiri
sampai saat ini masih menyisakan misteri. Relief tersebut dipercaya
melambangkan adanya alam semesta. Dalam kosmologi agama Budha, semesta
dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu : kamadhatu (dunia keinginan),
Ruphadatu (dunia berbentuk) dan Arupadathu (dunia tidak berbentuk). Pada
tingkatan Kamadhatu dan Rupadathu terdapat relief-relief mistik yang
menceritakan dari naskah Karmawibhangga berisikan tingkatan dari karma.
Tingkat Arupadathu (dunia tidak
berbentuk/alam atas) adalah tempat para dewa atau orang yang sudah
mencapai kesempurnaan hidup. Di bagian candi ini digambarkan dengan tiga
undak bulat, termasuk stupa induk tanpa pahatan relief sedikitpun.
Bagian Kamadhatu yang sekarang kemungkinan bukan kaki candi yang
sebenarnya. Tapi hanya merupakan batuan tambahan yang menyangga tubuh
candi ketika akan longsor sebelum pembangunan selesai. Secara tidak
sengaja pada tahun 1885. J.W. Yzerman, menemukan tembok batu bagian kaki
bangunan yang asli. Pada bagian ini terdapat 160 panel relief yang
melukiskan cerita karmawibhangga (hukum karma).
Latar belakang agama yang
menjiwai candi Borobudur adalah Budha Mahayana. Dalam agama Budha
kepercayaan bahwa dunia tidak kekal, suatu ketika akan musnah dan
kemudian mucullah zaman baru. Setiap zaman mempunyai rangkaian Dhyani
Budha-Dhyany Bodhisattva. Untuk aman sekarang ini Dhayani Budhanya
Amithaba, Dhayani Bodhisatvva nya Avalokitesvara, dan manusia budhanya
Cakyamuni.
Bangunan yang dianggap suci ini
ternyata juga diselimuti nuansa magis yang sangat kuat. Sehingga tidak
mengherankan kalau disekitar masyarakat dekat Candi sering melihat
kemunculan cahaya kuning kee3masan meluncur di tempat ini. dalam babad
tanah jawi, pada tahun 1709 M, diceritakan adanya seorang pemberontak
terhadap kekuasaan raja PB ke-I, dan tertangkap di candi Borobudur
setelah munculnya petunjuk berupa cahaya putih yang menyinari sepanjang
candi.
Dalam babad tanah jawi lainnya
dikisahkan juga tentang ki Mas Dana, menantu Ki Gede Pacukilan, yang
mengadakan makar terhadap Amangkurat III. Dalam pertepuran pembasmian
pemberontakan, Kim as Dana kalah menghadapi pasukan Mataram yang
dipimpin panglima Pringgoloyo. Karena didesak Ki Mas Dana melarikan diri
ke bukit Borobudur, namun dapat ditangkap dan dibawa ke Mataram untuk
dihukum mati.

Dalam Babad Mataram mengisahkan bahwa
pada tahun 1757 M putra mahkota kasultanan Yogyakarta, Pangeran
Mancanegara, mengunjungi Borobudur. Bagi keluarga kereajaan berlaku
pantangan untuk melihat arca seribu, karena arca-arca itu menggambarkan
seorang ksatria terkurung dalam sangkar. Pantangan itu diabaikan oleh
pangeran Mancanegara. Bahkan agak sedikit angkuh ia ingin bertemu
perwujudan dari ksatria yang terkurung itu.
Setelah pertemuan itu, sang
pangeran pulang ke istana dan tidak lama kemudian pangeran Mancanegara
jatuh sakit dan lalu meninggal dunia. Konon sang pangeran ini lebih
memilih jalan Budha dari pada harus menjadi raja, hal ini mengingatkan
pada sang Budha sendiri.
Sumber : misteribumikita